Menag Nasaruddin Umar Dianugerahi Gelar Doctor of Divinity dari Hartford International University

Diplomasi Damai dan Peradaban Lintas Iman, Pengakuan Dunia bagi Sosok Pemersatu Bangsa

Hartford (AS), CSC – Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A., kembali menorehkan prestasi internasional. Sosok ulama moderat yang dikenal sebagai jembatan dialog lintas agama ini resmi menerima gelar Doctor of Divinity (Honoris Causa) dari Hartford International University for Religion and Peace, Amerika Serikat, dalam upacara penghormatan yang berlangsung khidmat, pada Jumat (16/5/2025).

Penganugerahan gelar kehormatan ini bukan sekadar seremoni. Ia menjadi pengakuan atas kontribusi nyata Menag Nasaruddin dalam merawat harmoni keberagaman, memperjuangkan perdamaian lintas iman, dan memajukan literasi keagamaan yang moderat di tingkat global.

Baca Juga: HUT ke-45 Perpusnas RI: Pustakawan Jadi Garda Terdepan Lawan Disrupsi AI, Menko PMK Pratikno Tekankan Literasi Kritis sebagai Benteng Bangsa

“Alhamdulillah, ini sebuah kehormatan besar. Amanah ini semoga menjadi dorongan bagi kami untuk terus berjuang bagi kepentingan bangsa dan umat manusia,” ujar Nasaruddin dalam sambutannya di hadapan diaspora Indonesia, civitas akademika Hartford, dan undangan kehormatan.

Hartford, Rumah Kedua Seorang Ulama Moderat

Bagi Nasaruddin, Hartford bukanlah tempat asing. Ia menyebut universitas tersebut sebagai rumah kedua, tempat di mana gagasan dan persahabatannya dengan para tokoh lintas iman dunia terjalin erat.

Baca Juga: Teror Bom Molotov di Banda Masen: Dua Tersangka Dibekuk, Satu Masih Buron

“Saya tidak merasa sebagai tamu di sini. Hartford sudah seperti rumah. Persahabatan dengan Presiden Hartford, Dr. Joel N. Lohr, dan kolega lainnya menjadi bukti nyata betapa hubungan kita dibangun dengan ketulusan,” ujarnya.

Sejak masa studinya di Amerika, Nasaruddin telah menjalin kolaborasi aktif dengan berbagai lembaga, termasuk saat terlibat dalam riset di Georgetown University, hingga mendirikan IMAAM Center di Virginia, yang diresmikan oleh Presiden RI ke-6, Dr. Susilo Bambang Yudhoyono, tahun 2014.

Baca Juga: Kasus Dana Puskesmas Huruna Memanas, ‘MW’ Kuasakan ke Pengacara Disiplin Luahambowo: “Saatnya Hukum Bicara”

Misi Besar: Membumikan Islam Moderat dan Dialog Peradaban

Dalam orasinya, Nasaruddin kembali menegaskan pentingnya membangun titik temu di tengah keragaman umat manusia. Ia mencontohkan pendekatannya di Indonesia, di mana dirinya yang berlatar Nahdlatul Ulama tetap menjalin kedekatan dengan Muhammadiyah dan seluruh elemen Islam lainnya.

“Perbedaan adalah fitrah. Tantangannya adalah bagaimana merangkainya menjadi kekuatan. NU, Muhammadiyah, dan seluruh komponen umat adalah aset bangsa,” tegasnya.

Melalui program Pendidikan Kader Ulama (PKU), sejak 2023, Nasaruddin telah mengirimkan puluhan mahasiswa magister dan doktor ke Hartford. Di sana, mereka ditempa dalam bahasa, metodologi riset, dan epistemologi tafsir, agar mampu menjadi ulama-ulama masa depan yang mumpuni dalam konteks global.

“Belajar di Amerika ibarat membaca buku besar yang hidup. Ini pengalaman yang membentuk cara berpikir lebih luas dan mendalam,” tuturnya.

Usulan Indonesia Study Center: Diplomasi Lembut Melalui Ilmu

Di penghujung pidatonya, Nasaruddin mengusulkan pendirian Indonesia Study Center di Hartford. Ia meyakini pusat studi ini akan menjadi jembatan peradaban antara Indonesia dan Amerika Serikat, memperkuat kerja sama dalam bidang pendidikan, keagamaan, dan diplomasi damai.

“Peradaban tidak dibangun dengan retorika, melainkan dengan kerja kolaboratif, dialog jujur, dan pendidikan yang memuliakan perbedaan,” pungkasnya.

Acara ini turut dihadiri tokoh-tokoh terkemuka, termasuk diaspora Indonesia, pejabat Hartford, serta keluarga besar Menag. Penghargaan ini sekaligus menambah daftar panjang tokoh Indonesia yang mendapat pengakuan dunia, sejajar dengan nama besar seperti Dr. Alwi Shihab, Dr. Azyumardi Azra, dan Jusuf Kalla, yang juga memiliki sejarah kedekatan dengan Hartford.