Jabar, CSC – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Overseas Prosecutorial Development Assistance and Training_ (OPDAT) Amerika Serikat menyelenggarakan lokakarya mengenai modus operandi korupsi lewat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yang berlangsung di Bandung, Jawa Barat pada 29 Januari hingga 2 Februari 2024.
Ketua KPK, Nawawi Pomolango, dalam kesempatan tersebut, memberikan peringatan tentang bahaya berkembangnya modus korupsi. Oleh karena itu, Aparat Penegak Hukum (APH) di Indonesia, termasuk KPK, diingatkan untuk menjadi lebih waspada dan jeli dalam menangani kasus-kasus korupsi.
Baca Juga: Presiden Jokowi Selain Cek Harga Bahan Pokok Juga Bagikan Bansos di Pasar Mungkid Magelang
“Korupsi merupakan kejahatan transnasional, yang melibatkan banyak negara. Modus korupsi saat ini semakin berkembang dan makin canggih, salah satunya pencucian uang. Oleh karenanya, KPK bersama aparat penegak hukum di Indonesia memiliki harapan besar dalam peningkatan kapasitas sekaligus memperluas jaringan dalam upaya penegakan hukum berskala internasional,” ucap Nawawi saat sambutan pembukaan lokakarya, Senin (29/01/2024).
KPK fokus pada penanganan modus pencucian uang. Dari tahun 2004 hingga 2023, KPK telah menangani 58 kasus terkait pencucian uang. Pada tahun 2023, terdapat 8 kasus TPPU yang ditangani oleh KPK, termasuk beberapa kasus Tindak Pidana Korupsi (TPK) seperti suap di Mahkamah Agung (MA), kasus gratifikasi di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan kasus pemerasan di Kementerian Pertanian.
Baca Juga: Meski Kalah, Pelatih Timnas Indonesia Mengaku Puas Atas Perkembangan Skuad Garuda di Piala Asia
“Sehingga diharapkan atas lokakarya ini dapat meningkatkan analisis dalam menelusuri transaksi kejahatan keuangan; mengungkap dan memisahkan peran pelaku transaksi keuangan dalam hal bisnis atau pencucian uang; mengembangkan jaringan kerja sama internasional dalam kasus korupsi; implementasi praktik baik yang telah dikembangkan oleh Financial Crimes Enforcement Network (FinCen); dan mengungkap tindak pidana korupsi di luar negeri dengan metode Hawala,” ungkap Nawawi.
Lebih jauh, Nawawi juga menyinggung perihal pentingnya mengetahui kemana aliran dana dari pelaku tindak pidana korupsi. Sebab aliran dana tersebut dapat menjadi harta rampasan dengan tujuan asset recovery untuk negara.
Baca Juga: Muhadjir Effendy Minta Muhammadiyah Kompak dan Menggerakkan Dakwah Pengajian
“Tentunya, penegak hukum yang menangani pemberantasan korupsi bertujuan untuk memulihkan kekayaan negara. Jangan sampai para koruptor menikmati harta yang seharusnya bukan miliknya pribadi,” tambah Nawawi.
Secara spesifik harta hasil pelaku tindak pidana korupsi berpotensi mengalir deras ke luar negeri. Seperti adanya 30 negara lepas pantai, yang rentan dijadikan tempat penyimpanan dana praktik kejahatan uang, diantaranya Panama, Kepulauan Cayman, Mauritius, maupun Kepulauan Virgin Britania Raya.
Karenanya, Penasihat Hukum OPDAT, Tomika Patterson menyambut baik kerja sama melalui pelatihan pemberantasan korupsi bersama KPK, yang bertujuan meningkatkan kompetensi bagi insan KPK dalam mengemban tugas memberantas korupsi.
“Kami melihat tantangan korupsi semakin nyata. OPDAT sendiri terus berkomitmen, mengingat KPK selalu berjuang memberantas korupsi di Indonesia. Dan sekali lagi, sebagai pejuang pemberantasan korupsi, kita semua harus selalu meningkatkan kemampuan dalam memerangi tindak pidana korupsi,” jelas Tomika.
Menjalin kerja sama dengan sejumlah lembaga kerap dilakukan KPK, sebab, tidak dapat dipungkiri pemberantasan korupsi diperlukan sinergitas yang serius. Sehingga adanya Mutual Legal Assistance (MLA) dengan lembaga luar negeri sangat membantu kerja-kerja KPK.
Sebelum menjalin kerja sama dengan OPDAT, KPK sudah bermitra dengan sejumlah lembaga luar negeri lain, beberapa diantaranya; Kelompok Kerja Antikorupsi G20; Badan Antikorupsi ASEAN (ASEAN-PAC); ACB Brunei Darussalam; SIA Laos; maupun ACRC Korea Selatan. Selain itu, KPK turut aktif dalam Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC) hingga Anti-Corruption Summit (ACS)